Masih teringat ketika saya masih kecil tahun 90-an. Waktu itu saya
dibesarkan di kawasan perkampungan. Saya habiskan waktu kecil saya
bermain dengan teman-teman saya, bermain sepeda, tembak air, pasaran
(masak-masakan), bermain boneka, petak umpet, lompat tali, engklek,
dakon, dan lain-lain. Bahkan terkadang saya dan teman-teman bermain
sampai ke pematang sawah dan sungai. Ketika pulang kami pun harus
mengendap-endap masuk rumah agar tidak dimarahi karena main di tempat
yang berbahaya bagi kami. Setelah saya dewasa saya menyadari bahwa hal
tersebut yang membantu perkembangan aspek psikologi, motorik dan sosial
kami.
Berbeda dengan anak-anak jaman 2000-an yang lebih suka bermain
dengan gadget mereka dan melupakan masa kecil mereka. Mereka asyik
bermain gadget mereka di bandingkan bermain di luar rumah. Bahkan gadget
yang mereka pakai itu adalah milik mereka sendiri bukan milik orang
tua. Alih-alih memberi fasilitas kepada anaknya, orang tua justru
membuat anaknya menjadi manusia modern yang tidak mengenal budayanya
sendiri dan tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Selain
itu kecenderungan bermain gadget akan membawa dampak buruk bagi
perkembangan anak.
Kasandra Putranto, seorang psikolog dan kepala
Humas Ikatan Psikologi Klinis, menerangkan ada beberapa efek buruk yang
siap mengancam bila para orang tua tak membatasi waktu anak memainkan
gadget, apalagi sampai mengalami ketergantungan. Efek buruk sendiri
mulai dari sisi fisik, mental sampai pada sosial si anak .
Secara
fisik, efek dari membiasakan anak tergantung pada gadget, ataupun
televisi, tulang mereka tumbuh dengan melengkung. Sehingga membuat
posturnya menjadi bungkuk.
"Saya bukan menakuti-nakuti ya, tapi
memang, bila orang tua membiasakan anak bermain game di ipad, nonton
televisi atau singkatnya kurang aktivitas gerak. Hal itu bisa membuat
tulang tubuh jadi bungkuk. Kemudian, juga tulang leher mereka akibat
fokus dengan layar gadget-nya," katanya dalam acara yang bertema Ibu
Juara Dukung Anak Bergerak Aktif, di lobby Jakarta Convention Center
(JCC), Jakarta, Selasa, (7/1/2014).
Kemudian dalam sisi mental,
lanjut dia, anak bisa mengalami penyakit yang berhubungan dengan tangan
ataupun mudah marah berkaitan dengan permainan yang ia mainkan di
Internet atau gadget.
Dengan demikian, menurut dia, anak yang
dibiarkan oleh orang tuanya bergantung dengan gadget-nya, akan menjadi
minim aktivitas fisik atau anak yang tergolong indoor activity,
ketimbang outdoor activity. Artinya, secara fisik tak akan kuat, dan
pada akhirnya akan memengaruhi psikologisnya.
Terkait hal itu, anak
yang umumnya dibiasakan bermain dengan ipad, menonton televisi, sampai
lupa waktu, secara sisi sosial mengurangi kemampuan interpersonal kepada
orang lain.
Hal ini juga yang saya lihat di sekitar saya, banyak
anak seumuran 3-15 tahun sudah memiliki gadget pribadi. Ketika saya
telisik gadget-nya hanya dipergunakan untuk bermain game. Bahkan tak
jarang dari mereka menggunakannya untuk berkomunikasi kepada temannya
tetapi tidak untuk keperluan penting. Akibatnya seumuran mereka sudah
mengenal kata pacaran. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh televisi
tidak adanya siaran yang sesuai dengan umur mereka. Seakan-akan tayangan
yang disajikan sudah layak untuk dikonsumsi semua umur.
Bagi anda
yang mempunyai anak ataupun anda yang nantinya akan menjadi calon orang
tua, sebaiknya hal ini diperhatikan karena anda tak ingin bukan kalau
hobi anak anda akan berdampak buruk terhadap anak anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar