Kamis, 25 Desember 2014

Gadget untuk anak, perlukah?

Masih teringat ketika saya masih kecil tahun 90-an. Waktu itu saya dibesarkan di kawasan perkampungan. Saya habiskan waktu kecil saya bermain dengan teman-teman saya, bermain sepeda, tembak air, pasaran (masak-masakan), bermain boneka, petak umpet, lompat tali, engklek, dakon, dan lain-lain. Bahkan terkadang saya dan teman-teman bermain sampai ke pematang sawah dan sungai. Ketika pulang kami pun harus mengendap-endap masuk rumah agar tidak dimarahi karena main di tempat yang berbahaya bagi kami. Setelah saya dewasa saya menyadari bahwa hal tersebut yang membantu perkembangan aspek  psikologi, motorik dan sosial kami.
Berbeda dengan anak-anak jaman 2000-an yang lebih suka bermain dengan gadget mereka dan melupakan masa kecil mereka. Mereka asyik bermain gadget mereka di bandingkan bermain di luar rumah. Bahkan gadget yang mereka pakai itu adalah milik mereka sendiri bukan milik orang tua. Alih-alih memberi fasilitas kepada anaknya, orang tua justru membuat anaknya menjadi manusia modern yang tidak mengenal budayanya sendiri dan tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Selain itu kecenderungan bermain gadget akan membawa dampak buruk bagi perkembangan anak.
Kasandra Putranto, seorang psikolog dan kepala Humas Ikatan Psikologi Klinis, menerangkan ada  beberapa efek buruk yang siap mengancam bila para orang tua tak membatasi waktu anak memainkan gadget, apalagi sampai mengalami ketergantungan. Efek buruk sendiri mulai dari sisi fisik, mental sampai pada sosial si anak .
Secara fisik, efek dari membiasakan anak tergantung pada gadget, ataupun televisi, tulang mereka tumbuh dengan melengkung. Sehingga membuat posturnya menjadi bungkuk.
"Saya bukan menakuti-nakuti ya, tapi memang, bila orang tua membiasakan anak bermain game di ipad, nonton televisi atau singkatnya kurang aktivitas gerak. Hal itu bisa membuat tulang tubuh jadi bungkuk. Kemudian, juga tulang leher mereka akibat fokus dengan layar gadget-nya," katanya dalam acara yang bertema Ibu Juara Dukung Anak Bergerak Aktif, di lobby Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa, (7/1/2014).
Kemudian dalam sisi mental, lanjut dia, anak bisa mengalami penyakit yang berhubungan dengan tangan ataupun mudah marah berkaitan dengan permainan yang ia mainkan di Internet atau gadget.
Dengan demikian, menurut dia, anak yang dibiarkan oleh orang tuanya bergantung dengan gadget-nya, akan menjadi minim aktivitas fisik atau anak yang tergolong indoor activity, ketimbang outdoor activity. Artinya, secara fisik tak akan kuat, dan pada akhirnya akan memengaruhi psikologisnya.
Terkait hal itu, anak yang umumnya dibiasakan bermain dengan ipad, menonton televisi, sampai lupa waktu, secara sisi sosial mengurangi kemampuan interpersonal kepada orang lain.
Hal ini juga yang saya lihat di sekitar saya, banyak anak seumuran 3-15 tahun sudah memiliki  gadget pribadi. Ketika saya telisik gadget-nya hanya dipergunakan untuk bermain game. Bahkan tak jarang dari mereka menggunakannya untuk berkomunikasi kepada temannya tetapi tidak untuk keperluan penting. Akibatnya seumuran mereka sudah mengenal kata pacaran. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh televisi tidak adanya siaran yang sesuai dengan umur mereka. Seakan-akan tayangan yang disajikan sudah layak untuk dikonsumsi semua umur.
Bagi anda yang mempunyai anak ataupun anda yang nantinya akan menjadi calon orang tua, sebaiknya hal ini diperhatikan karena anda tak ingin bukan kalau hobi anak anda akan berdampak buruk terhadap anak anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar